Pages

Subscribe:

Ads 468x60px

Minggu, 13 Mei 2012

JURNALISTIK



BAB II
PEMBAHASAN
KEWARTAWANAN
  1. PENGERTIAN KEWARTAWANAN
Kewartawanan atau jurnalisme (berasal dari kata journal), artinya catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti suratkabar. Journal berasal dari istilah bahasa Latin diurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.
Kewartawanan dapat dikatakan "coretan pertama dalam sejarah". Meskipun berita seringkali ditulis dalam batas waktu terakhir, tetapi biasanya disunting sebelum diterbitkan.
Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu dengan penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg. Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.
Wartawan (journalist) dan dunia kewartawanannya (journalism) mengembangkan pula apa yang disebut “cyberjournalism” atau bagaimana mereka memanfaatkan sekaligus mengelola Internet sebagai alat bantu kerja. Dalam hal ini, posisi wartawan selayaknya profesi lain di bidang ilmu komunikasi, seperti petugas humas dan penyuluh lapangan. Tulisan ini secara khusus membahas mekanisme pekerjaan wartawan dalam mengelola informasi yang dilengkapi Internet sebagai alat bantu. Namun, berbagai kalangan, terutama komunikator diharapkan pula mengetahui bagaimana upaya memanfaatkan sekaligus mengelola informasi berbasis Internet.
  1. DESKRIPSI PROFESI WARTAWAN
Profesi menurut literaturnya merupakan pekerjaan seperti pemimpin redaksi, redaktur, wartawan atau reporter. Sama juga halnya seperti guru, pelukis, dancer, akuntan dan lain- lain.
Sedangkan profesi wartawan adalah profesi yang bukan hanya sekedar mengandalkan keterampilan seorang tukang. Ia adalah profesi yang watak, semangat, dan cara kerjanya berbeda dengan seorang tukang. Oleh karena itu, masyarakat memandang wartawan sebagai profesional.
Dalam persepsi diri wartawan sendiri, istilah “profesional” memiliki tiga arti: pertama, profesional adalah lawan dari amatir; kedua, sifat pekerjaan wartawan menuntut pelatihan khusus; ketiga, norma- norma yang mengatur perilakunya dititikberatkan pada kepentingan khalayak pembaca. Selanjutnya terdapat dua norma yang dapat diidentifikasikan, yaitu: pertama, norma teknis (keharusan menghimpun berita dengan cepat, keterampilan menulis dan menyunting, dan sebagainya.), dan kedua, norma etis (kewajiban kepada pembaca serta nilai- nilai seperti tanggungjawab, sikap tidak memihak, sikap peduli, sikap adil, objektif dan lain- lain yang semuanya harus tercermin dalam produk penulisannya).
Untuk mencapai keprofesionalannya, seorang wartawan harus memiliki cara pandang yang dewasa dan pola fikir yang matang. Maka dari itu sangat perlu adanya landasan unsur- unsur yang sehat tentang etika yang membimbing para wartawan kepada pertanggungjawaban atas profesinya. Itulah sebabnya seorang wartawan dalam tugasnya selalu dibimbing oleh kode etik. Di Indonesia dikenal dengan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
  1. SYARAT- SYARAT WARTAWAN
Wartawan yang baik dapat mencium berita meskipun sekedar dari telepon. Tetapi langkah kaki menuju medan adalah kunci keberhasilan bagi seorang wartawan. Langkah kaki akan sangat membantu jika wartawan mengerti lingkungan kerjanya.
Ada beberapa persyaratan kemampuan profesional yang perlu dikuasai seorang wartawan. Dalam hal ini kami mengambil pendapat dari Yancheff yang menilik ukuran profesionalisme jurnalis khususnya di saat sekarang ini. Menurutnya profesionalisme wartawan membutuhkan multi- kompetensi. Karakteristiknya sendiri menekankan pada kekuatan penulisan, kemampuan oral/ berbicara, ketekunan kerja dan pemilikan dasar pengetahuan yang mengombinasikan aplikasi lintas disiplin ilmu jurnalistik (penguasaan berbagai format media cetak, siaran, interaktif, dan multimedia) dengan apa yang dibutuhkan dalam menguak informasi.
Untuk itu, Yancheff mengajukan sepuluh kemampuan wartawan profesional. Yaitu:
1.      Writing Competencies
2.      Oral Performance Competencies
3.      Research and Investigative Competencies
4.      Broad- Based Knowledge Competencies
5.      Web- Based Competencies
6.      Audio Visual Competencies
7.      Skill- Based Computer Application Competencies
8.      Ethics Competencies
9.      Legal Competencies
10.  Career Competencies
Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.      Writing Competencies adalah kapasitas untuk melaporkan secara akurat dan jelas sebuah berita. Dalam hal ini membutuhkan kemampuan menulis yang mudah difahami pembaca, baik itu dalam pemakaian tata bahasa, kata- kata, tanda baca, serta pemahaman terhadap kosa kata. Selain itu juga dibutuhkan kapasitas menyusun dan menulis berita dengan kelengkapan data- data dari sumber berita.
2.      Oral Performance Competencies adalah kemampuan menyampaikan pengertian, respon yang baik secara percaya diri dan bertanggungjawab. Kemampuan wawancara memerlukan berbagai tehnik dan metode. Misalnya ketika kita mewawancarai anak- anak, akan beda halnya dengan ketika kita mewawancarai orang dewasa atau lanjut usia. Kita harus mengenali nuansa- nuansa yang ada agar kita memperoleh keakuratan berita.
3.      Research and Investigative Competencies adalah kemampuan menyiapkan berbagai bahan guna kelengkapan dalam proses pencarian informasi, akurasi kisah atau isu, dan mengidentifikasi topik- topik potensial.
4.      Broad- Based Knowledge Competencies adalah kemampuan memiliki pengetahuan dasar seperti ekonomi, statistik, sains, bisnis, struktur pemerintahan dan lain- lain. Dunia kewartawanan mensyaratkan proses belajar seumur hidup dan keluasan wawasan.
5.      Web- Based Competencies adalah kemampuan menguasai internet, e-mail dan sejenisnya.
6.      Audio Visual Competencies adalah kemampuan menggunakan peralatan seperti biasa ataupun kamera video, men- scan foto ke dalam komputer, serta audio tape recorder.
7.      Skill- Based Computer Application Competencies adalah kemampuan mengaplikasikan komputer dalam kegiatan melaporkan pemberitaan.
8.      Ethics Competencies adalah kemampuan memahami tanggung jawab profesi, seperti kode etik, pertimbangan nilai- nilai etika dan pantangan bagi wartawan itu sendiri.
9.      Legal Competencies kemampuan memahami ihwal undang- undang kebebasan berpendapat, hak cipta dan sebagainya serta kaitannya dengan tugas- tugas profesi kewartawanan dan dampaknya ke dalam masyarakat.
10.  Career Competencies ialah kemampuan memahami dunia karir profesional di dalam jurnalisme, kemampuan bekerja di dalam manajmen pers dan bersikap positif di dalam kerja peliputan. Termasuk aspek- aspek dari komponen manajerial pasar, analisis khalayak, dan producing and editing the news. Serta keterlibatan dalam berbagai asosiasi dan jaringan profesional dari dunia jurnalisme.[1]
Sedangkan loyalitas wartawan adalah mengangkat sesuatu dan menyampaikan kebenaran. Inilah dasar mengapa masyarakat harus yakin kepada waratawan. Inilah sumber utama kredibilitas kewartawanan dan pada titik tertentu merupakan aset penting dari bisnis pers (media) dan bagaimana media mengembangkan usaha. Banyak media yang sukses karena mendahulukan kepentingan masyarakat. Namun sebaliknya ambruk hanya karena kepentingan manajmen bisnis.
  1. JENIS- JENIS WARTAWAN
Wartawan atau reporter, adalah seseorang yang bertugas mencari, mengumpulkan dan mengolah informasi menjadi berita, untuk disiarkan melalui media massa.[2]
Jenis- jenis wartawan dari segi media yang digunakan adalah:
a.       Wartawan media cetak
b.      Wartawan media televisi
c.       Wartawan media radio
Jika wartawan itu menyiarkan beritanya melalui penerbitan surat kabar atau majalah, maka ia disebut wartawan media cetak. Jika wartawan menyiarkan berita melalui media audio visual, maka ia disebut wartawan televisi. Dan jika waartawan itu menyiarkan beritanya melalui audio saja, maka ia disebut sebagai wartawan radio.
Wartawan dari status pekerjaannya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.      Wartawan tetap, bertugas di suatu media massa dan diangkat menjadi wartawan tetap diperusahaan itu dan dilengkapi dengan surat tugas (kartu pers).
2.      Wartawan pembantu, bekerja pada suatu perusahaan tetapi tidak menjadi karyawan tetap, tidak mendapat jaminan, yang merupakan jantung ke dua sebelum diangkat menjadi wartawan tetap.
3.      Wartawan lepas, wartawan yang tidak terikat, bebas mengirim berita ke berbagai media dan harus mempunyai kemmpuan lebih daripada wartawan tetap.
Dalam perusahaan penerbitan pers, wartawanmerupakan ujung tombak dari usahanya. Karena itu, wartawan selalu didukung dengan perlengkapan yang mempercepat cara kerja mereka (Tape Recorder, Hp, Radio Panggil dan lain sebagainya).
Wartawan menurut cara kerjanya dibagi menjadi dua, yaitu:
1.      Wartawan Foto (Fotografer)
2.      Wartawan Tulis (Reporter)
Dulu, wartawan umumnya selalu menenteng kamera agar berita yang disajikan lebih menarik dengan adanya foto atau gambar. Sekarang wartawan lebih diutamakan pada kecepatan mengirimkan berita yang sudah jadi. Sedangkan untuk foto, bisa menyusul.[3]
  1. PROFESIONALISME WARTAWAN
Dalam proses mencari informasi, seringkali wartawan dihadapkan pada tantangan yang penuh resiko, termasukpertaruhan nyawa. Sadar akan besarnya resiko ini, maka tidak banyak orang yang memilih profesi ini.
Orang yang terjun kedunia ini harus siap secara mental dan stamina ekstra tinggi. Sebab profesi ini berbeda dengan pekerja kantoran yang duduk di balik meja dengan jeda jam tertentu saja dan materi berlimpah. Yang diperoleh dari menekuni pekerjaan sebagai kuli tinta ini biasanya lebih banyak dari sisi non materi, yakni:
1.      Kaya informasi. Setiap saat akan menemui informasi secara langsung.
2.      Kaya relasi. Dalam mencari berita sering berjumpa dengan narasumber dengan berbagai latar belakang profesi.
3.      Kaya keterampilan menulis. Setiap hari harus dituntut untuk menulis berita up to date yang bermanfaat bagi orang banyak.
4.      Kaya kemudahan. Memiliki akses khusus di acara- acara penting. Misal liputan pejabat tinggi daerah, negaaraatau acara penting.
5.      Kaya ilmu jurnalistik. Saking banyak jam terbang wartawan, maka akan semakinbanyak ilmu jurnalistik yang ia dapat.[4]
Adapun profesionalisme dalam pemberitaan wartawan adalah:
1.      Tidak boleh menyebut nama dan identitas baik tersangka, tertuduh, ataupun terdakwa sebelum adanya keputusan pengadilan atas kasus tersebut.
2.      Tidak menyebutkan nama pelaku ataupun korban dalam kejahatan susila.
3.      Menghormati hak dan privasi.
4.      Menghindari Trial by the Press atau pengadilan oleh pers.[5]








BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Aktivitas utama dalam kewartawanan adalah pelaporan kejadian dengan menyatakan siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (dalam bahasa Inggris dikenal dengan 5W+1H) dan juga menjelaskan kepentingan dan akibat dari kejadian atau yang sedang hangat (trend). Kewartawanan meliputi beberapa media: koran, televisi, radio, majalah dan internet sebagai pendatang baru.














DAFTAR PUSTAKA
Bambang Harimurti. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Totok Djuroto. 2004. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Supadiyanto. 2009. Booming Professi Pewarta Warga, Wartawan dan Penulis (Mantra Peneguk Pundi- Pundi Rupiah). Jakarta: PPWI Intramedia Press.
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat. 2007. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 3.
Deddy Iskandar Muda. 2005. Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Audy Mirza Alwi. 2006. Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim Foto ke Media Massa. Jakarta: Bumi Aksara.
Asep Syamsul M. Romli. 2006. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.


[1] Bambang Harimurti, Jurnalisme Kontemporer, ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 207- 208.
[2] Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 22.
[3] ……., Ibid, h. 23.
[4] Supadiyanto, Booming Professi Pewarta Warga, Wartawan dan Penulis (Mantra Peneguk Pundi- Pundi Rupiah), (Jakarta: PPWI Intramedia Press, 2009), h. 138.
[5] Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 3, 2007), h. 117- 123.

0 komentar:

Posting Komentar