BAB II
PEMBAHASAN
KEWARTAWANAN
- PENGERTIAN KEWARTAWANAN
Kewartawanan atau jurnalisme (berasal dari kata journal), artinya
catatan harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga
berarti suratkabar. Journal berasal dari istilah bahasa Latin diurnalis,
yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.
Kewartawanan dapat dikatakan "coretan pertama dalam sejarah".
Meskipun berita seringkali ditulis
dalam batas waktu terakhir, tetapi biasanya disunting sebelum
diterbitkan.
Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada komunikasi dari mulut ke
mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan penerbitan media massa terpicu dengan
penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg. Di
Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh Belanda. Beberapa pejuang
kemerdekaan Indonesia pun menggunakan kewartawanan sebagai alat perjuangan. Di
era-era inilah Bintang Timoer, Bintang Barat, Java Bode, Medan
Prijaji, dan Java Bode terbit.
Wartawan (journalist) dan dunia kewartawanannya (journalism)
mengembangkan pula apa yang disebut “cyberjournalism” atau bagaimana
mereka memanfaatkan sekaligus mengelola Internet sebagai alat bantu kerja.
Dalam hal ini, posisi wartawan selayaknya profesi lain di bidang ilmu
komunikasi, seperti petugas humas dan penyuluh lapangan. Tulisan ini secara
khusus membahas mekanisme pekerjaan wartawan dalam mengelola informasi yang
dilengkapi Internet sebagai alat bantu. Namun, berbagai kalangan, terutama
komunikator diharapkan pula mengetahui bagaimana upaya memanfaatkan sekaligus
mengelola informasi berbasis Internet.
- DESKRIPSI PROFESI WARTAWAN
Profesi menurut literaturnya merupakan pekerjaan seperti pemimpin
redaksi, redaktur, wartawan atau reporter. Sama juga halnya seperti guru,
pelukis, dancer, akuntan dan lain- lain.
Sedangkan profesi wartawan adalah profesi yang bukan hanya sekedar
mengandalkan keterampilan seorang tukang. Ia adalah profesi yang watak,
semangat, dan cara kerjanya berbeda dengan seorang tukang. Oleh karena itu,
masyarakat memandang wartawan sebagai profesional.
Dalam persepsi diri wartawan sendiri, istilah “profesional” memiliki
tiga arti: pertama, profesional adalah lawan dari amatir; kedua,
sifat pekerjaan wartawan menuntut pelatihan khusus; ketiga, norma- norma
yang mengatur perilakunya dititikberatkan pada kepentingan khalayak pembaca.
Selanjutnya terdapat dua norma yang dapat diidentifikasikan, yaitu: pertama,
norma teknis (keharusan menghimpun berita dengan cepat, keterampilan menulis
dan menyunting, dan sebagainya.), dan kedua, norma etis (kewajiban
kepada pembaca serta nilai- nilai seperti tanggungjawab, sikap tidak memihak,
sikap peduli, sikap adil, objektif dan lain- lain yang semuanya harus tercermin
dalam produk penulisannya).
Untuk mencapai keprofesionalannya, seorang wartawan harus memiliki cara
pandang yang dewasa dan pola fikir yang matang. Maka dari itu sangat perlu
adanya landasan unsur- unsur yang sehat tentang etika yang membimbing para
wartawan kepada pertanggungjawaban atas profesinya. Itulah sebabnya seorang
wartawan dalam tugasnya selalu dibimbing oleh kode etik. Di Indonesia dikenal
dengan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI).
- SYARAT- SYARAT WARTAWAN
Wartawan yang baik dapat mencium berita meskipun sekedar dari telepon.
Tetapi langkah kaki menuju medan adalah kunci keberhasilan bagi seorang
wartawan. Langkah kaki akan sangat membantu jika wartawan mengerti lingkungan
kerjanya.
Ada beberapa persyaratan kemampuan profesional yang perlu dikuasai
seorang wartawan. Dalam hal ini kami mengambil pendapat dari Yancheff yang
menilik ukuran profesionalisme jurnalis khususnya di saat sekarang ini.
Menurutnya profesionalisme wartawan membutuhkan multi- kompetensi.
Karakteristiknya sendiri menekankan pada kekuatan penulisan, kemampuan oral/
berbicara, ketekunan kerja dan pemilikan dasar pengetahuan yang mengombinasikan
aplikasi lintas disiplin ilmu jurnalistik (penguasaan berbagai format media
cetak, siaran, interaktif, dan multimedia) dengan apa yang dibutuhkan dalam
menguak informasi.
Untuk itu, Yancheff mengajukan sepuluh kemampuan wartawan profesional.
Yaitu:
1.
Writing Competencies
2.
Oral Performance Competencies
3.
Research and Investigative Competencies
4.
Broad- Based Knowledge Competencies
5.
Web- Based Competencies
6.
Audio Visual Competencies
7.
Skill- Based Computer Application Competencies
8.
Ethics Competencies
9.
Legal Competencies
10.
Career Competencies
Adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.
Writing Competencies adalah kapasitas untuk melaporkan secara akurat dan jelas sebuah
berita. Dalam hal ini membutuhkan kemampuan menulis yang mudah difahami
pembaca, baik itu dalam pemakaian tata bahasa, kata- kata, tanda baca, serta
pemahaman terhadap kosa kata. Selain itu juga dibutuhkan kapasitas menyusun dan
menulis berita dengan kelengkapan data- data dari sumber berita.
2.
Oral Performance Competencies adalah kemampuan menyampaikan pengertian, respon yang baik secara
percaya diri dan bertanggungjawab. Kemampuan wawancara memerlukan berbagai
tehnik dan metode. Misalnya ketika kita mewawancarai anak- anak, akan beda
halnya dengan ketika kita mewawancarai orang dewasa atau lanjut usia. Kita
harus mengenali nuansa- nuansa yang ada agar kita memperoleh keakuratan berita.
3.
Research and Investigative Competencies adalah kemampuan menyiapkan berbagai bahan
guna kelengkapan dalam proses pencarian informasi, akurasi kisah atau isu, dan
mengidentifikasi topik- topik potensial.
4.
Broad- Based Knowledge Competencies adalah kemampuan memiliki pengetahuan dasar
seperti ekonomi, statistik, sains, bisnis, struktur pemerintahan dan lain-
lain. Dunia kewartawanan mensyaratkan proses belajar seumur hidup dan keluasan
wawasan.
5.
Web- Based Competencies adalah kemampuan menguasai internet, e-mail dan sejenisnya.
6.
Audio Visual Competencies adalah kemampuan menggunakan peralatan seperti biasa ataupun kamera
video, men- scan foto ke dalam komputer, serta audio tape recorder.
7.
Skill- Based Computer Application Competencies adalah kemampuan mengaplikasikan komputer
dalam kegiatan melaporkan pemberitaan.
8.
Ethics Competencies adalah kemampuan memahami tanggung jawab profesi, seperti kode etik,
pertimbangan nilai- nilai etika dan pantangan bagi wartawan itu sendiri.
9.
Legal Competencies kemampuan memahami ihwal undang- undang kebebasan berpendapat, hak
cipta dan sebagainya serta kaitannya dengan tugas- tugas profesi kewartawanan
dan dampaknya ke dalam masyarakat.
10.
Career Competencies ialah kemampuan memahami dunia karir profesional di dalam jurnalisme,
kemampuan bekerja di dalam manajmen pers dan bersikap positif di dalam kerja
peliputan. Termasuk aspek- aspek dari komponen manajerial pasar, analisis
khalayak, dan producing and editing the news. Serta keterlibatan dalam berbagai
asosiasi dan jaringan profesional dari dunia jurnalisme.[1]
Sedangkan loyalitas wartawan adalah mengangkat sesuatu dan menyampaikan
kebenaran. Inilah dasar mengapa masyarakat harus yakin kepada waratawan. Inilah
sumber utama kredibilitas kewartawanan dan pada titik tertentu merupakan aset
penting dari bisnis pers (media) dan bagaimana media mengembangkan usaha.
Banyak media yang sukses karena mendahulukan kepentingan masyarakat. Namun
sebaliknya ambruk hanya karena kepentingan manajmen bisnis.
- JENIS- JENIS WARTAWAN
Wartawan atau reporter, adalah seseorang yang bertugas mencari,
mengumpulkan dan mengolah informasi menjadi berita, untuk disiarkan melalui
media massa.[2]
Jenis- jenis wartawan dari segi media yang digunakan adalah:
a.
Wartawan
media cetak
b.
Wartawan
media televisi
c.
Wartawan
media radio
Jika wartawan itu menyiarkan beritanya melalui penerbitan surat kabar
atau majalah, maka ia disebut wartawan media cetak. Jika wartawan menyiarkan
berita melalui media audio visual, maka ia disebut wartawan televisi. Dan jika
waartawan itu menyiarkan beritanya melalui audio saja, maka ia disebut sebagai
wartawan radio.
Wartawan dari status pekerjaannya dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.
Wartawan
tetap, bertugas di suatu media massa dan diangkat menjadi wartawan tetap
diperusahaan itu dan dilengkapi dengan surat tugas (kartu pers).
2.
Wartawan
pembantu, bekerja pada suatu perusahaan tetapi tidak menjadi karyawan tetap,
tidak mendapat jaminan, yang merupakan jantung ke dua sebelum diangkat menjadi
wartawan tetap.
3.
Wartawan
lepas, wartawan yang tidak terikat, bebas mengirim berita ke berbagai media dan
harus mempunyai kemmpuan lebih daripada wartawan tetap.
Dalam perusahaan penerbitan pers, wartawanmerupakan ujung tombak dari
usahanya. Karena itu, wartawan selalu didukung dengan perlengkapan yang
mempercepat cara kerja mereka (Tape Recorder, Hp, Radio Panggil dan lain
sebagainya).
Wartawan menurut cara kerjanya dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Wartawan
Foto (Fotografer)
2.
Wartawan
Tulis (Reporter)
Dulu, wartawan umumnya selalu menenteng kamera agar berita yang
disajikan lebih menarik dengan adanya foto atau gambar. Sekarang wartawan lebih
diutamakan pada kecepatan mengirimkan berita yang sudah jadi. Sedangkan untuk
foto, bisa menyusul.[3]
- PROFESIONALISME WARTAWAN
Dalam proses mencari informasi, seringkali wartawan dihadapkan pada
tantangan yang penuh resiko, termasukpertaruhan nyawa. Sadar akan besarnya
resiko ini, maka tidak banyak orang yang memilih profesi ini.
Orang yang terjun kedunia ini harus siap secara mental dan stamina
ekstra tinggi. Sebab profesi ini berbeda dengan pekerja kantoran yang duduk di
balik meja dengan jeda jam tertentu saja dan materi berlimpah. Yang diperoleh
dari menekuni pekerjaan sebagai kuli tinta ini biasanya lebih banyak dari sisi
non materi, yakni:
1.
Kaya
informasi. Setiap saat akan menemui informasi secara langsung.
2.
Kaya
relasi. Dalam mencari berita sering berjumpa dengan narasumber dengan berbagai
latar belakang profesi.
3.
Kaya
keterampilan menulis. Setiap hari harus dituntut untuk menulis berita up to
date yang bermanfaat bagi orang banyak.
4.
Kaya
kemudahan. Memiliki akses khusus di acara- acara penting. Misal liputan pejabat
tinggi daerah, negaaraatau acara penting.
5.
Kaya
ilmu jurnalistik. Saking banyak jam terbang wartawan, maka akan semakinbanyak
ilmu jurnalistik yang ia dapat.[4]
Adapun
profesionalisme dalam pemberitaan wartawan adalah:
1.
Tidak
boleh menyebut nama dan identitas baik tersangka, tertuduh, ataupun terdakwa
sebelum adanya keputusan pengadilan atas kasus tersebut.
2.
Tidak
menyebutkan nama pelaku ataupun korban dalam kejahatan susila.
3.
Menghormati
hak dan privasi.
4.
Menghindari
Trial by the Press atau pengadilan oleh pers.[5]
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Aktivitas utama dalam kewartawanan adalah pelaporan kejadian dengan
menyatakan siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (dalam bahasa
Inggris dikenal dengan 5W+1H) dan juga menjelaskan kepentingan dan akibat dari
kejadian atau yang sedang hangat (trend). Kewartawanan meliputi beberapa
media: koran, televisi, radio, majalah dan internet sebagai pendatang
baru.
DAFTAR
PUSTAKA
Bambang Harimurti. 2005. Jurnalisme Kontemporer. Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia.
Totok Djuroto. 2004. Manajemen Penerbitan Pers. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Supadiyanto. 2009. Booming Professi Pewarta Warga, Wartawan dan Penulis
(Mantra Peneguk Pundi- Pundi Rupiah). Jakarta: PPWI Intramedia Press.
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat. 2007. Jurnalistik Teori
dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 3.
Deddy Iskandar Muda. 2005. Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter
Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Audy Mirza Alwi. 2006. Foto Jurnalistik, Metode Memotret dan Mengirim
Foto ke Media Massa. Jakarta: Bumi Aksara.
Asep Syamsul M. Romli. 2006. Jurnalistik Praktis Untuk Pemula.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[1] Bambang Harimurti, Jurnalisme Kontemporer, (
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005), h. 207- 208.
[2] Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 22.
[3] ……., Ibid, h. 23.
[4] Supadiyanto, Booming Professi Pewarta Warga, Wartawan
dan Penulis (Mantra Peneguk Pundi- Pundi Rupiah), (Jakarta: PPWI Intramedia
Press, 2009), h. 138.
[5] Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan
Praktik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, Cet. 3, 2007), h. 117- 123.
0 komentar:
Posting Komentar